Read the English version here.

Namanya Sukinah. Dia tergabung dalam JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng), meliputi berbagai kelompok masyarakat di pegunungan Kendeng, terutama Pati dan Rembang—termasuk masyarakat adat Samin, yang juga dikenal sebagai komunitas Sedulur Sikep. Ketika orang lain menjual tanah mereka di wilayah Kendeng yang berlokasi Jawa Tengah ke perusahaan semen, Sukinah memilih jalan lain. Dia memutuskan untuk tetap tinggal di kediaman dan tanah miliknya. Sukinah kini bisa menikmati panen jagung senilai 22 juta Rupiah dan aliran air gratis sepanjang tahun. Sukinah termasuk satu di antara sembilan perempuan Kendeng yang memprotes berdirinya pabrik semen di depan istana presiden di Jakarta tepat enam tahun lalu. Mereka melawan dengan menyemen kaki mereka sebagai simbol bagaimana semen akan memenjarakan hidup mereka.

WITNESS baru saja meluncurkan panduan terbaru, ‘Video sebagai Bukti Panduan Pertahanan Lingkungan’, yang menggarisbawahi pentingnya dokumentasi video dan foto sebagai bukti kejahatan hak asasi manusia dan lingkungan untuk proses keadilan dan akuntabilitas. Tim WITNESS Asia-Pasifik akan segera meluncurkan Panduan ini dalam Bahasa Indonesia.

Ikuti akun media sosial kami, Twitter and halaman Facebook untuk mengikuti berita terbaru.

“Kita bisa hidup tanpa semen tetapi tidak bisa hidup tanpa air.”

 

Sukinah. Foto oleh Leo Plunkket yang diambil untuk The Gecko Project and Mongabay.
Manusia lawan korporasi

Pada 2016, Mahkamah Agung memihak warga Kendeng dalam gugatan mereka terhadap pabrik semen. Perusahaan semen di pegunungan karst sebelumnya sudah diperintahkan berhenti beroperasi. Namun, pada tahun 2017, Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan izin perusahaan semen baru dan beroperasi kembali. Akibatnya, banjir melanda provinsi itu pada Januari 2023 lalu. Hingga saat ini, masyarakat Kendeng masih berjuang untuk hidup dengan damai di tanah airnya sendiri.

Kejahatan terhadap Ibu Bumi

 

“Ibu Bumi telah menghidupi, Ibu Bumi telah disakiti, Ibu Bumi akan mencari keadilan.” – Sukinah

Pegunungan Kendeng sangat dilindungi oleh Sukinah dan seluruh masyarakat Sedulur Sikep dari penambangan karst dan kerusakan lingkungan. Mereka sangat percaya bahwa pegunungan karst, dan alam mewakili spiritualitas dan hidup mereka. Penambangan semen yang mengeksploitasi pegunungan karst merusak lorong dinding gua dan saluran air sehingga meningkatkan terjadinya tanah longsor dan banjir serta semakin membahayakan satwa liar. Pabrik semen tertua dan terbesar milik pemerintah Indonesia, PT Semen Indonesia, mulai membangun bisnis mereka di Pegunungan Kendeng di Rembang, Jawa Tengah, pada 16 Juni 2014. Masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Kendeng kemudian bersatu mempertahankan tanah dan hutannya dari ancaman kerusakan lingkungan. Konstruksi pembangunan pabrik semen menjadi ancaman terhadap sumber air di bawah permukaan dan tanaman, yang mempunyai peran penting bagi penghidupan masyarakat saat ini dan generasi mendatang.

Perjuangan melawan perusahaan semen di wilayah ini sangat unik karena dipimpin oleh perempuan, bahwa perempuan adalah kelompok paling rentan yang akan dirugikan oleh operasi tambang berskala besar. Para perempuan ini berperan sebagai ibu rumah tangga dan petani yang tinggal di komunitas pedesaan terpencil dan ini adalah langkah yang disengaja untuk membawa perhatian pada masalah ini. Kelompok perempuan itu dikenal sebagai “Kartini Kendeng”—di mana Sukinah menjadi bagian dari kelompok tersebut. Nama Kartini diambil karena merupakan sosok sejarah gerakan keadilan sosial Indonesia, yang yang menjadi simbol sebuah perjuangan perempuan terhadap hak-hak mereka. 

Resistensi nirkekerasan

Sementara masyarakat Kendeng menunggu pemerintah memperhatikan tuntutan mereka, ratusan masyarakat lain turut serta dalam protes nirkekerasan, yaitu berjalan ratusan kilometer dan menginjakkan kaki mereka di balok semen. Protes ini juga diikuti oleh banyak komunitas internasional dan mendapat dukungan solidaritas dari seluruh dunia sampai terbentuklah kampanye #SaveKendeng. Namun demikian, perusahaan semen tersebut tetap bertahan dengan mendatangkan tentara dan polisi sebagai bentuk pertahanan.

Menurut kajian Komnas Perempuan Indonesia (2016) atau kajian Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, perempuan pembela hak asasi manusia di Kendeng dilaporkan mengalami kekerasan berbasis gender dalam berbagai aspek, termasuk kebrutalan fisik aparat keamanan, ancaman kekerasan bersenjata. penjahat, dan siksaan psikologis dari polisi. Namun para perempuan Kendeng tidak pernah menyerah untuk memperjuangkan wilayahnya.

Film untuk Ibu Bumi

Pertarungan perempuan Kendeng terus berlanjut dan juga banyak didukung oleh jurnalis dan aktivis media yang sebagian besar menggunakan alat investigasi visual seperti video dan film independen untuk mendokumentasikan sudut pandang yang tidak diliput oleh media massa besar. Samin vs Semen (‘Samin Community versus Cement’), Our Mother’s Land, dan Ibu Bumi (Mother’s Earth), adalah beberapa film independen yang membantu menceritakan tentang apa yang terjadi di pegunungan Kendeng dari sisi penyintas. 

Poster yang tertempel di rumah Sukinah. Foto oleh Mutiara Kurniasari/Dokumentasi pribadi.

Selama sembilan tahun kasus Kendeng menyoroti bagaimana pemerintah Indonesia telah menyalahgunakan sistem peradilan. Sukinah, Kartini Kendeng lainnya, dan Sedulur Sikep terus berjuang dengan berani dan kaki mereka yang  semen adalah bukti dari jejak perjuangan. Bagi mereka, memberi hormat pada lingkungan dan alam tidak hanya menjadi sumber sakral mereka, namun juga mengakui bahwa Bumi adalah rumah bagi mereka.

Salam #KendengLestari

Protes di pertambangan semen. Foto oleh Hardi Mahardika/Facebook pribadi.

 

Kartika Pratiwi pembuat film dan kerap menuangkan ide penceritaan menjadi produk visual  dengan pengalaman lebih dari 15 tahun visual fokus pada studi pengalaman masa lalu dan memori kolektif untuk perubahan sosial. Saat ini, dia adalah bagian dari tim Asia-Pasifik di WITNESS sebagai Koordinator Komunikasi Program. Sebelumnya, dia bekerja dengan EngageMedia dan Asia Justice and Rights (AJAR), organisasi non-profit yang fokus pada isu perlindungan hak asasi manusia di Asia-Pasifik.























Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *