Read the English version here

Blog ini ditulis oleh Yerry Niko Borang, dengan kontribusi dari tim WITNESS Asia-Pasifik.

Pada 17 Oktober 2024, sekelompok pembuat film, dan aktivis pembela hak asasi manusia, mayoritas dari Papua, yang beragam berkumpul secara daring untuk mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh WITNESS berjudul “Pengarsipan Video Hak Asasi Manusia: Paradoks Bukti dan Impunitas di Papua” yang membahas soal tantangan proses penggunaan video sebagai alat bukti untuk mencapai keadilan dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang sering menghadapi ketidakpedulian—atau lebih buruk lagi, digunakan untuk melanggengkan impunitas.

Perlu diketahui bahwa rekaman webinar tidak dipublikasikan karena pertimbangan keamanan. Mengingat sifat sensitif dari konten yang dibahas, serta kebutuhan untuk melindungi identitas para pihak yang terlibat.

Laporan lengkap webinar dapat diakses di sini.

Paradoks: Ketika Bukti Belum Cukup Menjadi Alat Keadilan

Penggunaan video sebagai bukti dokumentasi pelanggaran HAM dan proses mencari keadilan di negara lain sangat berperan kuat, namun pertanyaannya, kenapa cara itu tampak sulit untuk diterapkan di Papua? Inilah yang menjadi fokus utama dalam diskusi tentang bagaimana teknologi, kebenaran, dan keadilan dapat saling berhubungan untuk menyoroti apa yang terjadi di Papua dan potensi besar materi digital untuk memperkuat suara-suara dan menginspirasi perubahan, meskipun dihadapkan pada tantangan yang luar biasa.

Situasi di Papua dan di luar Papua terhadap orang Papua memang kompleks. Banyak sekali kasus rasisme seperti yang terjadi di tahun 2019 dimana terjadi perlakuan diskriminasi di pulau Jawa terhadap mahasiswa Papua yang berakhir eksodus massal mereka dari Jawa. Peristiwa penyiksaaan warga sipil oleh tentara yang viral hanya salah satu dari sekian banyak kisah horor yang selain sejumlah pembunuhan di luar hukum. Bahkan, meskipun ada video yang mendokumentasikan pelanggaran ini, seringkali bukti tersebut tidak menghasilkan pertanggungjawaban yang diharapkan para korban. Ironisnya, bukti-bukti ini justru bisa dimanipulasi atau digunakan dalam kampanye disinformasi oleh pihak-pihak yang berkuasa. Di balik semua tantangan ini, ada juga peluang untuk terus memperjuangkan keadilan dengan teknologi dan alat digital, yang memungkinkan suara-suara mereka yang terpinggirkan tetap terdengar.

Arul Prakkash dari WITNESS, dalam webinar menjelaskan meskipun penggunaan ponsel pintar dan media sosial semakin memudahkan warga untuk merekam dan membagikan rekaman kekejaman, teknologi juga membawa tantangan tersendiri. Di sisi lain, teknologi yang sama memungkinkan manipulasi, distorsi, atau penghapusan bukti-bukti penting. Di tempat seperti Papua, video kekerasan kadang-kadang dihapus, diabaikan, atau bahkan diputarbalikkan untuk mendukung narasi pihak yang berkuasa.

Namun, bukti video tetap memainkan peran yang sangat penting dalam advokasi hak asasi manusia. Tantangan utamanya sekarang adalah memastikan bahwa video-video ini tidak hanya terlihat, tetapi juga dilindungi dan disimpan dengan aman. 

Mengapa Suara Komunitas Penting

Tantangan dalam menunjukkan bukti pelanggaran HAM bukan hanya dalam hal teknis—tetapi juga tentang siapa yang mengendalikan narasi. Bernard Koten dari SKPKC Fransiskan Papua berbicara tentang pentingnya melibatkan komunitas lokal dalam mendokumentasikan pelanggaran HAM. Mennurutnya, orang-orang di kampung, di daerah terpencil—mereka yang paling tahu apa yang benar-benar terjadi. Organisasinya telah bekerja untuk memastikan bahwa orang Papua sendiri yang berada di garis depan dalam mendokumentasikan dan membagikan cerita mereka. 

“Lagipula, siapa yang lebih baik untuk menceritakan kisah orang Papua selain orang Papua itu sendiri?”Bernard Koten

Perspektif lokal itu sangat penting, bukan hanya karena sifatnya yang otentik, tetapi juga karena membantu menciptakan gambaran yang lebih lengkap dan akurat tentang apa sebenarnya terjadi di lapangan. Ketika orang luar Papua mendokumentasikan situasi, mereka mungkin melewatkan konteks penting atau mengabaikan perjuangan sehari-hari dari orang-orang yang paling terdampak. Melibatkan komunitas secara langsung membantu mengatasi kekurangan ini dan memastikan bahwa narasi yang muncul berakar pada pengalaman yang nyata.

Fransiska Manam, yang merupakan bagian dari Papuan Voices, menegaskan hal ini. Sebagai seseorang yang secara pribadi merasakan dampak pelanggaran hak asasi manusia di komunitasnya, ia sangat berkomitmen untuk memperkuat suara mereka yang telah melewati pihak yang berkuasa tersebut. “Ketika orang Papua menceritakan kisahnya, itu berasal dari pengalaman nyata,” katanya. Ia menekankan betapa pentingnya bagi orang Papua untuk bersuara dan berbagi cerita sendiri —meskipun bisa sangat berbahaya.

Namun, menurutnya, berdiam diri bukanlah pilihan. Kebenaran harus disampaikan, apapun risikonya.

 

Video sebagai Bukti: Pedang Bermata Dua

Meskipun dokumentasi video semakin mudah berkat ponsel pintar, kenyataannya hal ini masih merupakan usaha yang berisiko. Di tempat-tempat seperti Papua, di mana aparat pemerintah menargetkan aktivis dan siapa pun yang berani menyatakan pendapat, merekam video bisa membahayakan nyawa seperti ancaman penangkapan atau mendapatkan intimidasi dan disinformasi dapat menenggelamkan bukti-bukti yang valid. Video bisa saja dibuang atau dimanipulasi, sehingga sulit untuk membedakan mana yang benar-benar terjadi dan mana yang tidak.

Sebuah video yang disiarkan di televisi nasional dan banyak dibagikan secara daring menggambarkan kekhawatiran ini. Video tersebut mencemarkan isu tentang protes sipil Papua pada di tahun 2019 yang disebut sebagai provokasi dan insiden yang didanai oleh orang-orang Papua yang tinggal di Eropa. Pergeseran narasi yang disengaja ini tidak hanya menyelewengkan kebenaran, tetapi juga menciptakan kebingungan dan keraguan dalam pemahaman publik tentang peristiwa tersebut. Hal ini menyoroti peningkatan risiko yang dihadapi oleh pembela hak asasi manusia yang menggunakan teknologi di kerja mereka dalam mengungkap pelanggaran.

Hal ini diyakini oleh Yokbeth Felle, dari Lao-Lao Papua, yang juga menyoroti isu penting yaitu bagaimana narasi dibentuk oleh bukti yang kita miliki. Ia membahas persoalan kolonialisme yang dipandang berat sebelah, di satu sisi penjajahan Belanda dianggap baik, sementara penjajahan Indonesia sebaliknya. Misalnya, banyak rekaman dari era kolonial Belanda lebih banyak berfokus pada upaya “pembangunan”, yang telah membuat sebagian orang melihat Belanda sebagai “kolonial yang baik” dan dibandingkan dengan pasukan Indonesia saat ini, yang sering diasosiasikan dengan kekerasan. Yokbeth menekankan bahwa dokumentasi selektif ini telah membentuk pemahaman orang Papua tentang masa lalu mereka dan terus memengaruhi bagaimana dunia memandang perjuangan mereka hingga hari ini.


Ini adalah pengingat tentang bagaimana kita menceritakan sebuah fakta—dan bukti yang kita gunakan—dapat membentuk pemahaman kita tentang sebuah situasi. Tanpa bukti yang akurat, orang luar Papua mungkin tidak akan pernah sepenuhnya memahami seberapa banyak kekerasan yang telah terjadi dan perjuangan orang Papua untuk mendapat keadilan.

Keamanan Digital untuk Melindungi Bukti

Raka Sudisman dari TAPOL memperkenalkan aspek penting lainnya dalam pengarsipan video, dan hubungannya dengan keamanan digital. TAPOL mengelola  Papuan Behind Bars untuk mendokumentasikan kehidupan para tahanan politik menghadapi tantangan tentang keamanan digital. Oleh karena itu mereka memastikan bagaimana platform mereka menggunakan sistem aman seperti UWAZI yang diinisiasi oleh Huridocs untuk menyimpan dan mengelola data, menjaga agar informasi tersebut tetap terlindungi dari upaya peretasan atau pemantauan oleh negara.

Pada akhirnya, perjuangan untuk keadilan di Papua bukan hanya tentang satu orang atau satu organisasi—ini adalah tentang solidaritas. Tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Papua sangat besar, namun dengan bekerja sama—secara lokal, nasional, dan global—perubahan itu mungkin terjadi. Ini tentang berbagi informasi, melindungi mereka yang mendokumentasikan kebenaran, dan memastikan bahwa suara-suara mereka, orang Papua, yang paling terdampak didengar, apapun tantangannya.

Setiap langkah kecil itu berarti. Apakah itu mencadangkan video, memverifikasi informasi, atau sekadar memperkuat suara lokal. Setiap langkah menjadi penting, supaya terlihat, didengar, dan ditindak. 

Mengatasi Tantangan dan Sebuah Solusi

Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, satu hal yang jelas: kerja-kerja dokumentasi ini harus terus berlanjut. Mengumpulkan, mengarsipkan, dan membagikan video sebagai alat bukti pelanggaran HAM memang sulit, tetapi itu sangat penting untuk dilakukan. Seiring dengan perkembangan teknologi, metode untuk mendokumentasikan pelanggaran HAM juga harus terus berkembang.

Misalnya, meskipun platform seperti media sosial bisa menjadi cara yang efektif untuk menyebarkan informasi, cara-cara tersebut juga memiliki risiko—terutama jika mereka menyensor konten atau memanipulasi algoritma. Oleh karena itu, penting bagi mereka yang mendokumentasikan pelanggaran HAM untuk menggunakan cara yang aman dan membuat cadangan data mereka di beberapa lokasi. Cara-cara untuk melawan impunitas juga harus selalu selangkah lebih maju dengan teknologi, beradaptasi dengan alat-alat baru, dan terus memperbarui upaya dokumentasi secara berkala.

Proses pendokumentasian untuk menyuarakan keadilan ini harus terus berlanjut dan cara dokumentasi tidak seharusnya hanya menjadi proyek yang dimulai dan berakhir dengan pendanaan. Ini harus menjadi upaya yang berkelanjutan, didorong oleh komunitas-komunitas yang langsung terdampak, secara kolektif. Di sisi lain, pekerjaan pengarsipan seperti TAPOL dalam mengelola  Papuans Behind Bars, ataupun yang dikelola oleh komunitas seperti Papuan Archive, juga menghadapi tantangan dalam memverifikasi informasi secara real-time, yang terutama sulit di lingkungan di mana fakta sering dimanipulasi. Namun, mereka berkomitmen untuk memastikan bahwa cerita para tahanan politik harus selalu disampaikan dengan akurat—dan secara aman.

Dalam hal pengarsipan, memastikan keamanan adalah kunci untuk memastikan bukti-bukti  tersebut dapat bertahan dalam jangka panjang dan digunakan untuk proses keadilan. Ini adalah bagian penting dari upaya melawan disinformasi dan memastikan bahwa kebenaran tidak terkubur oleh narasi yang telah diputarbalikkan oleh pihak-pihak yang berkuasa.

Kesimpulan: Panggilan Aksi Solidaritas

Pada akhirnya, memiliki strategi dan visi perubahan serta adanya komitmen, kolaborasi, dan kebenaran, meskipun dihadapkan pada banyak tantangan jadi lebih penting ketimbang ketergantungan akan alat rekam, ponsel, ataupun kamera yang bagus ataupun platform dimana Anda menyebarkan konten tersebut dengan tanpa internet.

Jika Anda ingin menjadi bagian dari gerakan ini, mulailah dengan mendukung dan bergabung dalam aksi-aksi  komunitas di akar rumput oleh organisasi seperti WITNESS, Papuan Voices, TAPOL, Lao-Lao Papua, SKPKC Franciscan Papua, dan inisiatif  seperti Papuan Behind Bars atau Papuan Archive. Bagikan cerita-cerita mereka di manapun Anda berada. Lindungi bukti-bukti video yang ada. Dan berdirilah dalam solidaritas dengan mereka yang berjuang untuk keadilan di Papua.

Untuk lebih mendukung gerakan ini, silakan mengakses materi kami mengenai cara mendokumentasikan protest di Papua dan panduan pengarsipan. Panduan Merekam Protes Sosial di Papua dan Panduan Pengarsipan kami menyediakan tips yang berguna untuk mendokumentasikan dan melestarikan bukti pelanggaran hak asasi manusia dengan aman. Materi ini sangat penting bagi mereka yang ingin berkontribusi pada perjuangan berkelanjutan untuk keadilan dan kebenaran di Papua.

 

Tentang Penulis: Yerry Niko Borang adalah jurnalis independen yang berbasis di Yogyakarta, Indonesia. Pada tahun 1998, ia bergabung dengan gerakan demokrasi mahasiswa dan menghasilkan beberapa buletin informasi. Pada 2004, ia ikut serta dalam pertemuan awal untuk membangun kembali Indymedia Jakarta. Dengan pengalaman lebih dari enam tahun sebagai jurnalis radio/web/video di VHR Media, ia juga bekerja dengan jaringan media dan radio komunitas. Sejak 2010, Yerry bergabung dengan EngageMedia, sebuah organisasi non-profit di bidang media dan teknologi yang berfokus pada kawasan Asia-Pasifik, dan telah memfasilitasi pelatihan keamanan digital dan produksi video di Asia dan sekitarnya.

Dipublikasikan tanggal 20 December 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *